Wednesday, May 11, 2011

BAHASA YANG MEWARNAI FILSAFAT

ANIF ARDHIANSYAH

08301244027

PENDIDIKAN MATEMATIKA

Berpikir filsafat memiliki batas pikiran yaitu hati karena pikiran tak mampu menjelaskan yang ada dan yang mungkin ada. Dari tindakan yang dilakukan akan dituangkan dalam wujud sebuah tulisan. Dari tulisan ini akan dimasukan dalam pikiran. Karena keterbatasan pikiran yang tak mampu menampung semua yang dipikirkan, maka harus pasrah dengan doa. Doa ini mampu menjelaskan semuanya, karena doa tak memiliki keterbatasan. Keterbatasan ini kadang disebut mitos, Orang awam menganggap mitos sebagai hal yang berbau mistis dan berkaitan dengan hal yang aneh-aneh, mitos seperti ini disebut sebagai mitos primitif. Contoh mitos primitif: Awas pohon beringin itu banyak penunggunya,yang digunakan agar tidak akan orang yang berani untuk mendekati pohon beringin tersebut. Mitos itu tidak selamanya buruk. Sholat pun bisa dianggap sebagai mitos, dianggap mitos jika kita hanya melakukan sholat sebagai kewajiban saja, tanpa diikuti dengan amalan yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Mitos memiliki banyak arti, mitos dalam arti sempit, mitos dalam arti luas dan mitos dalam arti dangkal. Mitos dapat dijelaskan oleh bahasa. Bahasa adalah dunia, rumah sehingga diri ini tidak lain tidak bukan adalah bahasa. Selama ini berfikir filsafat menggunakan bahasa. Orang berfilsafat menggunakan bahasa. Orang menganggap bahasa filsafat terlalu tinggi, maka sekarang ini bahasa filsafat menggunakan bahasa yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, dalam berfilsafat menggunakan bahasa analog agar lebih dimengerti isinya.

Filsafat mempunyai 3 pilar utama yakni ontologi, epistimologi, dan aksiologi.

1. ontologi (hakaekat) membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal.

2. epistimologi (metode) bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada akhirnya tidak dapat di ketahui.

3. aksiologi (baik-buruk) ini adalah berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan; untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?

Kaitan antara ketiganya adalah sebagai berikut:

a. Ontologi dengan ontologi

mempunyai makna bahwa hakekat atas hakekat itu hanyalah Tuhan YME yang mampu untuk mengetahui makna dari hal tersebut. Sebab hal tersebut merupakan rahasia yang hanya diketahui makna dan maksudnya oleh Tuhan YME

b. Ontologi dari epistimologi

hakekatnya dari suatu metoda yang akan dan telah kita terapkan dalam kehidupan kita. Dimana dalam pelaksanaannya kita hanya mampu untuk memikirkan sejauh pikiran kita untuk memikirkannya.

c. Ontologi dari aksiologi

hakekat dari baik-buruk. Dimana hakekat baik buruk itu merentang dalam ruang dan waktu sejauh kita memikirkannya. Sehingga dengan filsafat, kita akan mampu untuk menterjemahkan segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dari hakekat baik-buruk kita.

d. Epistimologi dari ontologi

metode (cara) untuk menggali hakekat dan memunculkan hakekat. Sehingga dalam hal ini, kita tau dan akan mampu untuk mengetahuinya selama kita mentaati segala yang ada dan yang mungkin ada,

e. Epistimologi dari epistimologi

metodenya dari metode. Dimana kita akan mampu untuk mengetahui benar salahnya segala metode yang kita lakukan. Sehingga kita akhirnya mampu dan dapat membenahi segala hal yang terkait dengan metode yang kurang sesuai.

f. Epistimologi dari aksiologi

metode dari kebaikan dan keburukan. Dimana untuk mengungkapnya, kita harus mampu melakukan oleh pikir dalam diri kita. Sehingga kita akan mampu menerapkan metode untuk menentukan cara yang dapat kita tempuh dan kita junjung untuk menemukan suatu kebaikan yang abadi.

g. Aksiologi dari ontologi

baik-buruknya hakekat. Dimana dalam berfilsafat, kita harus mampu untuk mejalankan dan melaksanakan tata etika dan estetikannya dalam berfilsafat. Sehingga jikalau kita mampu untuk melakukannya dengan baik, maka kita akan mampu untuk mentaati ruang dan waktu.

h. Aksiologi dari epistimologi

etika dan estetikanya dari metode. Dimana cara yang kita tempuh dan kita lakukan haruslah disesuaikan dengan etika dan estetika yang berlaku di masyarakat.

i. Aksiologi dari ontologi

tata cara baik buruk tentang baik buruk. Maknanya seperti contoh berikut misal, menyampaikan kebaikan dengan menggunakan cara yang baik.

No comments:

Post a Comment